Isiatau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. 2. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari KarakteristikCapaian Pembelajaran Bahasa Indonesia Mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi modal dasar untuk belajar dan bekerja karena berfokus pada kemampuan literasi (berbahasa dan berpikir). ProgramTahunan Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP Kurikulum Merdeka juga perlu di susun sama seperti Kurikulum 2013. Prota merupakan rencana penetapan alokasi waktu satu tahun untuk mencapai alur tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Isi dari program tahunan, yaitu : Satuan Pendidikan, mata pelajaran, kelas, semester, tahun pelajaran, Bab Sebagaimanayang telah diatur dalam Permendikbud tentang Struktur Kurikulum 2013, ada perubahan Jumlah Jam dalam beberapa Mata Pelajaran, hal ini pasti akan berpengaruh dalam Pembuatan Jadwal Mengajar Guru. Pengalaman saya dalam mengelola Sekolah Piloting Kurikulum 2013 Tahun Pelajaran 2013-2014 dan persiapan Pembelajaran Tahun Selengkapnya → . Kurikulum 2013 memiliki tujuan khusus untuk mempersiapkan generasi baru dan penerus bangsa yang memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk itu, perancangan kurikulum 2013 perlu memperhatikan kebutuhan siswa saat ini dan di masa depan yang dinamis ditengah pengaruh globalisasi dan kemajemukan masyarakat Indonesia. Memperhatikan konteks global dan kemajemukan masyarakat Indonesia itu, misi dan orientasi kurikulum 2013 diterjemahkan dalam praktik pendidikan dengan tujuan khusus agar siswa memiliki kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan masyarakat di masa kini dan di masa mendatang. Kompetensi yang dimaksud meliputi tiga kompetensi, yaitu 1 menguasai pengetahuan; 2 memiliki keterampilan atau kemampuan menerapkan pengetahuan; 3 menumbuhkan sikap spiritual dan etika sosial yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung indirect teaching yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi siswa. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan 1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKnPendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh 4 substansi inti kebangsaan yaitu 1 Pancasila, sebagai dasar negara; 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 3 Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai bentuk final Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia; 4 Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional. Pembelajaran PPKn dilakukan dalam rangka mencapai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilaksanakan melalui Pembelajaran langsung direct teaching.Mata pelajaran kewarganegaraan diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam bersikap sebagai warganegara termasuk keteguhan, komitmen, dan tanggung jawab. Sikap sebagai warganegara itu terbentuk dari pengetahuan kewarganegaraan yang yang dipraktikkan dengan berpartisipasi menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga Bahasa IndonesiaRuang lingkup bahasa Indonesia di SD adalah menggunakan bahasa secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Selain itu,siswa di SD dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,serta kematangan emosional dan sosial, memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dalam rangka mencapai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilaksanakan melalui Pembelajaran tidak langsung indirect teaching.Mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan teks-teks dengan muatan atau berisi materi IPA dan IPS pada kelas I III. Pemilihan teks-teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, mudah dipahami, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik kontekstual. Penekanan mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk memberikan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan secara efektif. Kemampuan berkomunikasi ini mensyaratkan peserta didik untuk mencari informasi di sekitarnya, melalui membaca buku, membaca koran, mendengarkan berita, menonton video, dan lainnya. 3. MatematikaRuang Lingkup Matematika SD ada tiga yaitu bilangan bilangan cacah, bulat, prima, pecahan, kelipatan dan faktor, pangkat dan akar sederhana, geometri dan pengukuran bangun datar dan bangun ruang, hubungan antar garis, pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, dan debit, letak dan koordinat suatu benda, serta statistika menyajikan dan menafsirkan data tunggal dalam penyeleaian masalah kehidupan matematika di SD diarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu dari berbagai sumber, mampu merumuskan masalah bukan hanya menyelesaikan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, pembelajaran diarahkan untuk melatih siswa berpikir logis dan kreatif bukan sekedar berpikir mekanistis serta mampu bekerja sama dan berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran matematika dilakukan dalam rangka mencapai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilaksanakan melalui Pembelajaran tidak langsung indirect teaching.Mata pelajaran Matematikapada kelas tinggi kelas IV, V dan VI dibelajarkan sebagai mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPARuang lingkup materi mata pelajaran IPA SD mencakup enam lingkup sains yaitu kerja ilmiah dan keselamatan kerja, makhluk hidup dan sistem kehidupan bagian tubuh manusia dan perawatannya, makhluk hidup di sekitarnya, tumbuhan, hewan, dan manusia, energi dan perubahannya gaya dan gerak, sumber energi, bunyi, cahaya, sumber daya alam, suhu dan kalor, rangkaian listrik dan magnet, materi dan perubahannya ciri benda, penggolongan materi perubahan wujud, bumi dan alam semesta rorasi dan revolusi bumi, cuaca dan musim, dan sistem tata surya, serta sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat dampak perubahan musim terhadap kegiatan sehari-hari, lingkungan dan kesehatan, dan sumber daya alam. Ilmu Pengetahuan Alam di SD/MI kelas I, II, dan III kelas rendah muatan sains diintegrasikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan di Kelas IV, V, dan VI kelas tinggi Ilmu Alam menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri tetapi pembelajarannya menerapkan pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran di SD dilakukan secara terpadu antar mata pelajaran yang diikat oleh tema tertentu. Kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung indirect teaching yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi siswa. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjangproses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter siswa lebih lanjut5. Ilmu Pengetahuan Sosial IPSRuang lingkup materi IPS di Sekolah Dasar, diawali dari pengenalan lingkungan dan masyarakat terdekat, mulai kabupaten, provinsi, nasional dan internasional. Antara satu wilayah dengan wilayah lainnya memiliki koneksi. Lingkungan internasional di lingkup SD dibatasi pada pengenalan lingkungan ASEAN. Mata pelajaran IPS bertujuan untuk menghasilkan warganegara yang religius, jujur, demokratis, kreatif, kritis, senang membaca, memiliki kemampuan belajar, rasa ingin tahu, peduli dengan lingkungan sosial dan fisik, berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan sosial dan budaya, serta berkomunikasi secara produktif. Ruang lingkup IPS terdiri atas pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dikembangkan dari masyarakat dan disiplin ilmu sosial. Penguasaan keempat konten ini dilakukan dalam proses belajar yang terintegrasi melalui proses kajian terhadap konten pengetahuan. Pada jenjang Sekolah Dasar kelas I, II dan III muatan IPS diintegrasikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan untuk kelas IV sampai kelas VI, IPS menjadi mata pelajaran tersendiri tetapi pembelajarannya dilakukan secara tematik terpadu dengan mata pelajaran lainnya. Kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung indirect teaching yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi siswa. Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter siswa lebih lanjut6. Seni Budaya dan Prakarya SBdPDi Sekolah Dasar pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya bersifat rekreatif melalui eksperimentasi, keberanian mengutarakan pendapat serta dapat dilaksanakan secara terpadu maupun single subject. Terpadu dalam bentuk mencipta karya seni yang dikaitkan dengan pengetahuan lain dan rasionalisasi penciptaannya, di dalamnya memuat sikap perilaku, apresiatif, toleransi dan bertanggung jawab penuh, keterampilan bersifat fragmatis, aplicable, dan teknologis-sistemis, pengetahuan kemampuan merekronstruksi dan mengungkapkan kembali ide dan gagasan secara sistematis. Ruang lingkup SBdP di SD meliputi dinamika gerak, karya dekoratif, menampilkan pola irama dan membuat karya dari bahan alam, berkarya seni estetis melalui kegiatan apresiasi dan kreasi berupa gambar cerita dan reklame, interval nada, tari kreasi daerah, membuat kolase, topeng dan patung dengan memperhatikan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah sikap spiritual dan sikap sosial, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung indirect teaching yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan PJOKPembelajaran berbagai aktivitas di dalam PJOK pada satuan pendidikan SD diarahkan untuk mencapai kompetensi dalam penyempurnaan dan pemantapan pola gerak dasar, pengembangan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat pada kelas rendah kelas I-III melalui berbagai permainan sederhana dan tradisional, aktivitas senam, aktivitas gerak berirama, aktivitas air, dan materi kesehatan, sedangkan pada kelas tinggi kelas IV-VI pengembangan pola gerak dasar menuju kesiapan gerak spesifik, pengembangan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui permainan bola besar, permainan bola kecil, atletik, beladiri, senam, gerak berirama, aktivitas air, dan materi sikap spiritual dan sikap sosial, dicapai melalui pembelajaran tidak langsung indirect teaching yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi pelajaran PJOK pada kelas tinggi kelas IV, V dan VI dibelajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri. Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 Kurikulum 2013_Mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi modal dasar untuk belajar dan perkembangan anak-anak Indonesia. Mata pelajaran Bahasa Indonesia membina dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik sebagai komunikator, pemikir imajinatif, dan warga negara Indonesia yang literat atau melek informasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan membina dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi yang dibutuhkan peserta didik dalam menempuh pendidikan dan di dunia kerja. Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis. Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan 3 hal yang saling berhubungan dan saling mendukung dalam mengembangkan pengetahuan siswa, memahami, dan memiliki kompetensi mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis. Ketiga hal tersebut adalah bahasa pengetahuan tentang Bahasa Indonesia; sastra memahami, mengapresiasi, menanggapi, menganalisis, dan menciptakan karya sastra; literasi memperluas kompetensi berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang berkaitan dengan membaca dan menulis. 1. Bahasa Pengetahuan tentang Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan bagaimana penggunaannya yang efektif. Peserta didik belajar bagaimana bahasa Indonesia memungkinkan orang saling berinteraksi secara efektif; membangun dan membina hubungan; mengungkapkan dan mempertukarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, perasaan, dan pendapat. Peserta didik mampu berkomunikasi secara efektif melalui teks yang koheren, kalimat yang tertata dengan baik, termasuk tata ejaan, tanda baca pada tingkat kata, kalimat, dan teks yang lebih luas. Pemahaman peserta didik tentang bahasa sebagai sistem dan bahasa sebagai wahana pengetahuan serta bahasa sebagai media komunikasi akan menjadikan peserta didik sebagai penutur Bahasa Indonesia yang produktif. 2. Sastra Pembelajaran sastra bertujuan melibatkan peserta didik dalam mengkaji nilai kepribadian, budaya, sosial, dan estetik. Pilihan karya sastra dalam pembelajaran yang berpotensi memperkaya kehidupan peserta didik, memperluas pengalaman kejiwaan, dan mengembangkan kompetensi imajinatif. Peserta didik belajar mengapresiasi karya sastra dan menciptakan karya sastra maka mereka akan memperkaya pemahaman peserta didik pada kemanusiaan dan sekaligus memperkaya kompetensi berbahasa. Peserta didik menafsirkan, mengapresiasi, mengevaluasi, dan menciptakan teks sastra seperti cerpen, novel, puisi, prosa, drama, film, dan teks multimedia lisan, cetak, digital/online. Karya sastra untuk pembelajaran yang memiliki nilai artistik dan budaya diambil dari karya sastra daerah, sastra Indonesia, dan sastra dunia. Karya sastra yang memiliki potensi kekerasan, kekasaran, pornografi, konflik, dan memicu konflik SARA harus dihindari. Karya sastra unggulan yang belum sesuai dengan pembelajaran di sekolah, perlu dimodifikasi terlebih dahulu untuk kepentingan pembelajaran namun tanpa melanggar ketentuan hak cipta karya sastra. 3. Literasi Aspek literasi bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menafsirkan dan menciptakan teks yang tepat, akurat, fasih, dan penuh percaya diri selama belajar di sekolah dan untuk kehidupan di masyarakat. Pilihan teks mencakup teks media, teks sehari-hari, dan teks dunia kerja. Rentangan bobot teks dari kelas 1 hingga kelas 12 secara bertahap semakin kompleks dan semakin sulit, dari bahasa sehari-hari pengalaman pribadi hingga semakin abstrak, bahasa ragam teknis dan khusus, dan bahasa untuk kepentingan akademik. Peserta didik dihadapkan pada bahasa untuk berbagai tujuan, audiens, dan konteks. Peserta didik dipajankan pada beragam pengetahuan dan pendapat yang disajikan dan dikembangkan dalam teks dan penyajian multimodal lisan, cetakan, dan konteks digital yang mengakibatkan kompetensi mendengarkan, memirsa, membaca, berbicara, menulis, dan mencipta dikembangkan secara sistematis dan berperspektif masa depan. Pelajar Sekolah Dasar. Foto Fanny Kusumawardhani/kumparanSalah satu komponen terpenting dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum 2013 membawa pembaharuan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang telah membawa perubahan mendasar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Kurikulum juga dapat dimaknai sebagai rancangan pengalaman yang akan diperoleh siswa ketika kurikulum tersebut diimplementasikan. Yani, 2014 2 kurikulum sering dijadikan pusat dari sistem penggerak komponen pendidikan lainnya. Karena itu timbul pemahaman kurikulum diartikan sebagai kumpulan dari berbagai pengalaman yang akan dipelajari siswa. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang diterapkan mulai tahun ajaran 2013/2014 dan berasal dari pengembangan kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Pada kurikulum ini aspek softskill dan hardskill lebih ditekankan kepada siswa dengan tujuan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa Fadlillah, 2014 16-17.Tema Kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Guna mewujudkan hal tersebut, guru dituntut untuk lebih profesional merancang pembelajaran afektif, dan bermakna menyenangkan, mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara terselenggaranya kesuksesan Implementasi Kurikulum 2013, peranan guru dalam kegiatan pembelajaran sangatlah penting. Guru sebagai penggerak kegiatan siswa dalam kelas harus memastikan bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah telah sesuai dengan standar pendidikan, baik dalam persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Dalam pelaksanaannya, guru tidak akan mungkin terlepas dari sebuah hambatan atau masalah. Adanya Perubahan dalam pembelajaran bahasa Indonesia tersebut diiringi dengan kompetensi guru dalam penerapan pembelajaran bahasa dengan paradigma baru yaitu pembelajaran berbasis teks. Mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks, dengan kata lain belajar bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi perlu juga mengetahui makna atau bagaimana memilih kata yang tepat yang sesuai tatanan budaya dan masyarakat 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang pada dasarnya adalah perubahan pola pikir dan budaya mengajar dari kemampuan mengajar tenaga pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 ini diperlukan pemahaman yang mendalam dari para pelaksana dan pemahaman tersebut akan menjadi bekal pelaksana dalam menyukseskan penerapan Kurikulum 2013 di lapangan. Menghadapi permasalahan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional, perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan yang lain. Implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi harus melibatkan semua komponen, termasuk komponen-komponen yang ada dalam sistem pendidikan itu sendiri. Proses pembelajaran merupakan salah satu komponen Standar Nasional Pendidikan yang menjadi perubahan besar penerapan kurikulum baru. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap. Perubahan pada proses pembelajaran yang paling menonjol adalah dalam pendekatan dan strategi pembelajaran yang dikenal dengan pendekatan saintifik. Pengembangan Kurikulum 2013 memerlukan peran aktif pendidik dalam proses pembelajaran di kelas. Pendidik sebagai ujung tombak pengembangan kurikulum sekaligus sebagai pelaksana kurikulum di lapangan yang menjadi faktor kunci dalam keberhasilan suatu kurikulum. Jadi, guru dituntut untuk dapat meningkatkan kinerja dan menerima kebijakan pemerintah mengenai Kurikulum 2013 dengan menguasai program, prinsip mekanisme serta strategi Kurikulum 2013 untuk dapat memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas secara konseptual. Kurikulum 2013 menjadi salah satu solusi menghadapi perubahan zaman yang mengutamakan kompetensi yang disinergikan dengan nilai-nilai karakter. Perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan persoalan yang sangat penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan pendidikan. Pemerintah telah mensosialisasikan Kurikulum 2013, Namun dalam penerapannya masih mengalami banyak kendala. Pemerintah belum menyamaratakan pembinaan dan sosialisasi kepada guru mengenai Kurikulum 2013. Sosialisasi sangat penting dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing agar kurikulum baru dapat diterapkan secara optimal. Sebagai kurikulum yang baru, Kurikulum 2013 akan menghadapi berbagai masalah dan tantangan dalam penerapannya dalam menerapkan Kurikulum 2013 ini, justru kesiapan pemerintah yang belum maksimal terhadap para guru, setelah berjalan pelaksanaan Kurikulum 2013 banyak sekali permasalahan yang muncul. Mulai dari guru yang kurang siap dalam menggunakan kurikulum baru, pendistribusian bahan ajar yang kurang maksimal, media yang harus selalu disertakan dalam setiap pembelajaran, metode dan strategi yang harus disusun agar sesuai dengan acuan Kurikulum berproses tentu tak lepas dari sebuah kendala yang terkadang tidak kita inginkan. Sebaik apa pun proses pembelajaran yang kita laksanakan selalu ada kekurangan yang ada. salah satunya adalah saat pembelajaran teks ulasan di dalam kelas. Masih terdapat kendala-kendala yang tidak bisa dihindari. Kendala tersebut tidak hanya dari guru melainkan dari peserta didik. Dalam Permendikbud 81 A tahun 2013 dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan pembelajaran dalam kurikulum 2013 dapat terlaksana dengan baik. Selama proses pembelajaran, guru sebagai penentu arah pembelajaran telah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun, yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutupan. Seperti yang dinyatakan oleh Fadlilah 2014 182-187 bahwa yang menjadi karakteristik pembelajaran Kurikulum 2013 adalah dalam teknik pembelajaran yang dikenal dengan pendekatan saintifik, pelaksanaan pembelajaran Kurikulum 2013 terbagi menjadi tiga, yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan pembelajaran yang termuat dalam RPP meliputi 1 kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup yang disajikan dalam bentuk tabel. Deskripsi kegiatan telah dijabarkan dalam tabel yang disertai dengan pembagian alokasi waktu dan pendidikan karakter pada setiap bagiannya; 2 Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis Kurikulum 2013, guru menekankan pembelajaran pada aspek teori terlebih dahulu dan memperhatikan pengetahuan mengenai materi yang diajarkan tersebut. Pada pertemuan kedua, guru mengarahkan pembelajaran pada pencapaian keterampilan membaca teks ulasan cerpen yang materinya tersedia di buku ajar. Pada proses pembelajaran membaca dan menganalisis teks ulasan di sekolah sudah berjalan dengan baik dan telah menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pada hal ini telah mendorong sebuah motivasi, minat, kreativitas dan semangat belajar. Hal ini ditunjukkan dalam pembelajaran sudah menggunakan pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, menalar, mengasosisasi, dan mengomunikasikan; 3 Kendala-kendala yang ditemui pada proses pembelajaran teks ulasan cerpen berdasarkan kurikulum 2013 adalah a kendala Guru yang terdiri dari perencanaan, materi ajar atau bahan ajar, dan media yang digunakan. Selanjutnya b kendala peserta didik yang terdiri dari Pemahaman kurang terhadap materi pembelajaran, Suasana kelas tidak kondusif, Kurang berminat terhadap materi, Kesulitan mengembangkan beberapa saran lain yang dapat disampaikan adalah pertama bagi guru; 1 mengikuti dan mencermati perkembangan peraturan pemerintah, 2 menumbuhkan sikap kritis dan kemampuan menyusun strategi pembelajaran, 3 menciptakan suasana pembelajaran yang akrab dan menyenangkan, 4 memberikan motivasi dan pengertian belajar dengan Kurikulum 2013 secara efektif kepada siswa. Bagi sekolah penyelenggaran Kurikulum 2013; 1 membentuk tim pengembang dan pengelolaan kurikulum, 2 mengembangkan dan melengkapi fasilitas sekolah. Pemerintah Pusat agar 1 membentuk syarat-syarat pembelajaran dan system kurikulum dengan memperhatikan kondisi latar belakang tiap sekolah, dan 2 melakukan monitoring dan evaluasi secara menyeluruh. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional di Indonesia. Pemaparan ini didasarkan pada dua hal, yaitu 1 pandangan Halliday mengenai bahasa dan 2 temuan masalah yang berkaitan dengan siswa, guru, dan mata pelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan tersebut berkaitan dengan aspek konatif berbahasa siswa yang negatif. Siswa sering menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam konteks formal. Sementara itu, menurut pandangan Halliday, bahasa digunakan berdasarkan konteks situasi. Permasalahan ini kemudian menyorot keprofesionalan guru bahasa Indonesia dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional ini dapat menjadi panduan guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan keprofesionalannya terkait mata pelajaran yang diampu. Kata Kunci guru profesional, guru bahasa Indonesia, Halliday A. PENDAHULUAN Profesionalitas merupakan kemampuan untuk bertindak secara profesional KBBI, 2016. Profesional mengarah pada pribadi yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mendasari perbuatan. Seseorang yang hidup dengan cara mempraktikkan keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya dapat dikatakan sebagai orang yang profesional. Profesionalitas guru telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 1, "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah." Selanjutnya, pada pasal 1 ayat 2 disebutkan "Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi." Sejalan dengan undang-undang tersebut, keprofesionalan diatur pula melalui PP No. 19 tahun 2005 pasal 28 tentang profesionalitas guru yang setidaknya harus memenuhi persyaratan kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pada Standar Nasional Pendidikan, penjelasan dari pasal 28 ayat 3, diuraikan tentang definisi empat kompetensi tersebut, yakni a kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1""KARAKTERISTIK GURU MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA YANG PROFESIONAL M. Bayu Firmansyah Dewi Syafrina Abstrak Artikel ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional di Indonesia. Pemaparan ini didasarkan pada dua hal, yaitu 1 pandangan Halliday mengenai bahasa dan 2 temuan masalah yang berkaitan dengan siswa, guru, dan mata pelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan tersebut berkaitan dengan aspek konatif berbahasa siswa yang negatif. Siswa sering menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam konteks formal. Sementara itu, menurut pandangan Halliday, bahasa digunakan berdasarkan konteks situasi. Permasalahan ini kemudian menyorot keprofesionalan guru bahasa Indonesia dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional ini dapat menjadi panduan guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan keprofesionalannya terkait mata pelajaran yang diampu. Kata Kunci guru profesional, guru bahasa Indonesia, Halliday A. PENDAHULUAN Profesionalitas merupakan kemampuan untuk bertindak secara profesional KBBI, 2016. Profesional mengarah pada pribadi yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mendasari perbuatan. Seseorang yang hidup dengan cara mempraktikkan keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya dapat dikatakan sebagai orang yang profesional. Profesionalitas guru telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 1, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” Selanjutnya, pada pasal 1 ayat 2 disebutkan “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.” Sejalan dengan undang-undang tersebut, keprofesionalan diatur pula melalui PP No. 19 tahun 2005 pasal 28 tentang profesionalitas guru yang setidaknya harus memenuhi persyaratan kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pada Standar Nasional Pendidikan, penjelasan dari pasal 28 ayat 3, diuraikan tentang definisi empat kompetensi tersebut, yakni a kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta 2""didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; b kompetensi kepribadian merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia; c kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan; dan d kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Berdasarkan empat kompetensi tersebut, kompetensi profesional merupakan kompetensi yang berkaitan dengan kinerja guru dalam mengampu mata pelajaran. Profesionalitas guru tersebut juga memiliki karakteristik sesuai dengan karakteristik mata pelajarannya. Profesionalitas guru bahasa dapat ditinjau dari teori bahasa. Menurut pandangan Halliday adalah bahasa dipandang sebagai semiotika sosial. Bentuk-bentuk bahasa mengkodekan encode representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Penekanannya pada konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya Halliday, 1977, 1978; Halliday & Hasan, 1985. Bahasa oleh Halliday dihubungkan dengan pengalaman manusia yakni segi struktur sosial; bahasa merupakan produk proses sosial. Dalam proses sosial tersebut konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan. Dengan demikian, makna akan selalu bersifat ganda. Formulasi bahasa sebagai semiotik sosial berarti menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan dalam terminologis semiotis sebagai sebuah sistem informasi. Dalam level yang amat konkret, bahasa itu tidak berisi kalimat-kalimat, tetapi berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna exchange of meaning dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau wacana. Berdasarkan hal tersebut, pandangan Halliday dapat menjadi salah satu tolok ukur untuk menentukan kriteria guru bahasa Indonesia yang profesional. Dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2017 setidaknya dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP harus muncul empat hal, yaitu Penguatan Pendidikan Karakter PPK, literasi, Creative, Critical Thinking, Communicative, dan Collaborative 4C, dan High Order Thinking Skill HOTS sehingga perlu kreatifitas guru dalam menyusunnya. Empat hal tersebut diintegrasikan, diperdalam, diperluas, dan sekaligus diselaraskan dengan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Oleh karena itu, kompetensi profesional guru bahasa Indonesia perlu menjadi pertimbangan pertama dan utama dalam membimbing peserta didik agar dapat terampil memahami dan mengomunikasikan informasi. Dalam hal ini kompetensi profesional tersebut mencakup lima subunsur a menguasai 3""teknik dan model belajar mengajar termasuk penilaian hasil belajar, b mengutamakan standar profesi yang tinggi, c kreatif dan inovatif, d gemar belajar, membaca, dan menulis, dan e memiliki pengalaman mengajar. Namun sampai hari ini, kompetensi profesional tersebut belum tampak pada data uji kompetensi guru. Berdasarkan berita di Republika, kompetensi guru bahasa di Indonesia masih rendah. Sebagai gambaran awal, setelah pelaksanaan Uji Kompetensi Awal UKA pada guru terkuak bahwa guru hanya menguasai 42,45% materi yang diajarkan kepada siswa sesuai jenjang dan bidang studinya. Presentase tersebut juga termasuk di dalamnya guru bahasa Indonesia yang belum menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, kompetensi guru di Jawa Tengah berada di jauh di bawah kriteria ideal. Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah menunjukkan hasil nilai ujian kompetensi guru bahasa Indonesia yang cukup rendah dengan nilai rata-rata hanya 47 dengan nilai 80 sebagai nilai ideal. Rendahnya nilai kompetensi guru bahasa Indonesia berdampak pada nilai Ujian Nasional UN siswa untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Di lapangan pun ditemukan bahwa siswa tidak tertarik dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Tidak ada penelitian terkait hal ini. Hanya saja, sesuai pengamatan, siswa bosan saat belajar bahasa Indonesia. Padahal bahasa ini adalah bahasa yang mereka gunakan untuk kepentingan berkomunikasi. Namun, siswa merasa tidak begitu penting mempelajari bahasa Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Permasalahan lain muncul pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang cenderung berfokus pada penguasaan materi, bukan pada kemampuan berbahasa siswa. Oleh karena itu, selain kompetensi yang harus dimiliki guru secara umum profesional, pedagogik, kepribadian, sosial, guru bahasa juga harus memiliki kompetensi berbahasa yang terdiri atas empat keterampilan berbahasa, yaitu a menyimak, b berbicara, c membaca, dan d menulis. Berdasarkan empat keterampilan ini guru harus a mampu memahami informasi dalam lisan maupun tertulis, b mampu menyampaikan informasi secara lisan dengan intonasi, lafal, tempo, dan pilihan kata yang tepat, c mampu menghasilkan tulisan dengan abahasa yang baik dan benar, dan d memiliki kemampuan berkomunikasi dengan siswa dan rekan sejawat dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kehidupan sehari-hari. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam hasil penelitian mengenai mata pelajaran bahasa Indonesia dan berdasarkan pandangan Halliday mengenai bahasa. 4""B. PEMBAHASAN 1. Persoalan Bahasa Menurut Pandangan Halliday Bahasa sebagai semiotik sosial dalam pandangan Halliday 197713 41; 1978108 126 mencakup sub-subkajian a teks, b trilogi konteks situasi medan wacana, pelibat wacana, dan modus wacana, c register, d kode, e sistem lingual, yang mencakup komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual, serta e struktur sosial. a. Teks Dalam pandangan Halliday, teks dimaknai secara dinamis. Teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi Halliday & Hasan, 199213. Teks adalah contoh interaksi lingual tempat masyarakat secara aktual menggunakan bahasa; apa saja yang dikatakan atau ditulis; dalam konteks yang operasional operational context yang dibedakan dari konteks kutipan a citational context, seperti kata-kata yang didaftar dalam kamus Halliday, 1978109. Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang nyata. Dalam rumusan yang lain, Halliday berpendapat bahwa teks adalah suatu pilihan semantis semantic choice dalam konteks sosial, suatu cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan atau tulis Sutjaja, 199074. Semua bahasa yang hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi dapat dinamakan teks. Terkait dengan teks, Halliday memberikan beberapa penjelasan berikut. Pertama, teks adalah unit semantis. Menurut Halliday 1978135, kualitas tekstur tidak didefinisikan dari ukuran. Meskipun terdapat pengertian sebagai sesuatu di atas kalimat super-sentence, sesuatu yang lebih besar daripada kalimat, dalam pandangan Halliday hal itu secara esensial, salah tunjuk pada kualitas teks. Kita tidak dapat merumuskan bahwa teks itu lebih besar atau lebih panjang daripada kalimat atau klausa. Ditegaskan oleh Halliday 1978135 dalam kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih merupakan realisasi teks daripada merupakan sebuah teks tersebut. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau klausa, tetapi direalisasikan dalam kali-matkalimat. Kedua, teks dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi. Menurut Halliday 1978138, sebuah teks selain dapat direalisasikan dalam level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem leksikogramatis dan fonologis juga merupakan realisasi dari level yang lebih tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan sebagainya yang dimiliki oleh teks itu. Level-level yang lebih rendah itu memiliki kekuatan untuk memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi, yang oleh Halliday diberi istilah latar depan foregrounded. Ketiga, teks adalah proses sosiosemantis. Halliday 1978139 berpendapat bahwa dalam arti yang sangat umum sebuah teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, sebuah perjumpaan 5""semiotis melalui maknamakna yang berupa sistem sosial yang sedang saling dipertukarkan. Anggota masyarakat yakni individu-individu adalah seorang pemakna meaner. Melalui tindaktanduk pemaknaan antara individu bersama individu lainnya, realitas sosial diciptakan, dijaga dalam urutan yang baik, dan secara terus-menerus disusun dan dimodifikasi. Fitur esensial sebuah teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna itu terjadi perjuangan semantis semantic contest antara individu-individu yang terlibat. Karena sifatnya yang perjuangan itu, makna akan selalu bersifat ganda, tidak ada makna yang bersifat tunggal begitu saja. Dengan demikian, pilihan bahasa pada hakikatnya adalah perjuangan atau pertarungan untuk memilih kode-kode bahasa tertentu. Keempat, situasi adalah faktor penentu teks. Menurut Halliday 1978141, makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak diciptakan dalam keadaan terisolasi dari lingkungannya. Secara tegas dirumuskan oleh Halliday bahwa makna adalah sistem sosial . Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks. Situasi akan menentukan bentuk dan makna teks. b. Konteks Situasi Situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi. Konteks situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur verbal maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi diucapkan atau ditulis. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya, diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budayanya. Dalam pandangan Halliday 1978110, konteks situasi terdiri atas tiga unsur, yakni 1 medan wacana, 2 pelibat wacana, dan 3 modus wacana. Pertama, medan wacana field of discourse merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan, kita dapat mengajukan pertanyaan what is going on, yang mencakup tiga hal, yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apa yang terjadi dengan seluruh proses, partisipan, dan keadaan. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai. Tujuan itu bersifat amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan tersebut bersifat lebih abstrak. Kedua, pelibat wacana tenor of discourse merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan pertanyaan who is taking part, yang mencakup tiga hal, yakni peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat. Status terkait dengan tempat individu dalam masyarakat 6""sehubungan dengan orang-orang lain, sejajar atau tidak. Jarak sosial terkait dengan tingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak. Peran, status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula permanen. Ketiga, modus wacana mode of discourse merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau tulisan. Untuk menganalisis modus, pertanyaan yang dapat diajukan adalah what’s role assigned to language, yang mencakup lima hal, yakni peran bahasa, tipe interaksi, medium, saluran, dan modus retoris. Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktivitas bisa saja bahasa bersifat wajib konstitutif atau tidak wajib/penyokong/tambahan. Peran wajib terjadi apabila bahasa sebagai aktivitas keseluruhan. Peran tambahan terjadi apabila bahasa membantu aktivitas lainnya. Tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku monologis atau dialogis. Medium terkait dengan sarana yang digunakan lisan, tulisan, atau isyarat. Saluran berkaitan dengan bagaimana teks itu dapat diterima fonis, grafis, atau visual. Modus retoris merujuk pada perasaan teks secara keseluruhan, yakni persuasif, kesastraan, akademis, edukatif, mantra, dan sebagainya. c. Register Istilah register kali pertama digunakan dalam pengertian keberagaman teks. Register merupakan konsep semantis yang dapat didefinisikan sebagai suatu susunan makna yang dihubungkan secara khusus dengan susunan situasi tertentu dari medan, pelibat, dan sarana Halliday & Hasan, 199253. Terdapat dua hal pokok dalam pengertian register. Pertama, register disamakan dengan gaya style, yakni variasi dalam tuturan atau tulisan seseorang. Gaya umumnya bervariasi dari yang bersifat sangat akrab sampai yang amat formal menurut jenis situasi, orang, atau pribadi yang dituju, lokasi, topik yang didiskusikan, dan sebagainya. Kedua, register adalah variasi tuturan yang digunakan oleh kelompok tertentu yang biasanya memiliki pekerjaan yang sama atau kepentingan yang sama. Register dapat diketahui dari karakteristik leksikogramatis dan fonologis yang secara khusus menyertai atau menyatakan makna-makna tertentu. Ciri-ciri bentuk leksikon, gramatis, dan fonologis tertentu menjadi petunjuk suatu register tertentu. Register politik, misalnya, memiliki karakteristik yang membedakan dengan register akademik. Register kedokteran memiliki karakteristik yang membedakan dengan register hukum. Register tertentu memiliki karakteristik yang membedakan dengan register lainnya. d. Kode Kode merupakan prinsip organisasi semiotik yang mengatur pilihan makna oleh penutur dan penafsiran pendengar Halliday, 197722. Istilah kode yang digunakan Halliday senada dengan kode yang digunakan dalam kajian-kajian Bernstein. Dalam sosiolinguistik, misalnya, 7""kode digunakan untuk memberikan nama umum kepada semua penggunaan ragam, dialek, dan bahasa dalam komunikasi. Menurut Halliday 1978111, kode diaktualisasikan dalam bahasa melalui register. Kode menentukan orientasi semantis penutur dalam konteks sosial tertentu. Kode bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dapat digolongkan menjadi dua i kode lengkap dan ii kode terbatas. e. Sistem Lingual Sistem lingual linguistic system terdiri atas tiga tingkatan i semantik, ii leksikogramatis, dan iii fonologis dengan menempatkan sistem semantis menjadi perhatian utama dalam konteks sosiolingual Halliday, 1978111. Penekanan pada aspek semantis ini memberikan pengertian bahwa kajian semiotik sosial ini lebih berupa kajian fungsional daripada kognitif. Dalam pandangan fungsional, sistem semantis berkaitan dengan tiga fungsi bahasa, yakni i ideasional, ii interpersonal, dan iii tekstual. Komponen ideasional merujuk pada kekuatan makna penutur sebagai pengamat Halliday, 1978112. Hal itu merupakan fungsi isi bahasa atau bahasa sebagai about something. Komponen itu menginformasikan bahwa melalui bahasa seorang penutur mengodekan pengalaman kulturalnya dan pengalaman individu sebagai anggota dari budaya tertentu. Dalam komponen ideasional tersebut, bahasa memiliki fungsi representasi. Bahasa digunakan untuk mengodekan encoding pengalaman manusia tentang dunia. Bahasa digunakan untuk membawa gambaran realitas yang ada di sekitar manusia. Komponen interpersonal merujuk pada kekuatan makna penutur sebagai penyelundup yang ikut campur Halliday, 1978112. Hal itu merupakan fungsi partisipasi bahasa atau bahasa sebagai doing something. Dalam komponen interpersonal, bahasa memiliki fungsi interpersonal. Bahasa digunakan untuk mengodekan interaksi dan menunjukkan bagaimana kita mendapatkan proposisi-proposisi tertentu. Dengan demikian, bahasa berfungsi mengodekan makna-makna tentang sikap, interaksi, dan relasi timbal balik. Komponen tekstual merujuk pada kekuatan pembentukan teks text-forming penutur yang membuat teks itu menjadi relevan Halliday, 1978 112. Komponen tekstual menyediakan tekstur yang membuat perbedaan antara bahasa yang diperlakukan bebas konteks dengan bahasa yang dioperasionalkan dalam lingkungan konteks situasi. Dalam komponen tekstual, bahasa mempunyai fungsi tekstual . Bahasa digunakan untuk mengorganisasikan makna-makna pengalaman dan interpersonal kita ke dalam bentuk yang linear dan koheren. 8""f. Struktur Sosial Dalam pandangan Halliday 1978 113 114, struktur sosial berhubungan dengan konteks sosial, pola-pola hubungan sosial, dan kelas atau hierarki sosial. Struktur sosial menetapkan dan memberikan arti kepada berbagai jenis konteks sosial tempat makna-makna itu dipertukarkan. Kelompok sosial sangat menentukan bentuk-bentuk karakteristik konteks situasi. Sebagai contoh, relasi antara status dan peran pelibat secara jelas akan menghasilkan struktur sosial tertentu, dapat berupa struktur sosial yang koordinatif-egalitarian atau subordinatif- berjenjang. Pola-pola lingual yang digunakan sebagai sarana retoris menunjukkan ciri sarana wacana yang diasosiasikan dengan strategi . Struktur sosial masuk melalui pengaruh hierarki sosial. Menurut Halliday 1978 struktur sosial hadir dalam bentuk-bentuk interaksi semiotis dan menjadi nyata melalui keganjilan dan kekacauan dalam sistem semantis. Dalam penggunaan bahasa, misalnya, tampak muncul adanya fenomena kekaburan dalam bahasa yang merupakan bagian dari ekspresi dinamis dan tegangan sistem sosial. Kekaburan itu dipilih dalam rangka mewujudkan ketaksaan, pertetangan atau kebencian, ketidaksempurnaan, ketidaksamaan, serta perubahan sistem sosial dan struktur sosial. 2. Kajian Permasalahan Guru Bahasa Indonesia Aji dan Ngumarno 2017 mengungkapkan bahwa ada empat kendala yang dialami oleh guru bahasa Indonesia dalam menerapkan Kurikulum 2013. 1 keterbatasan waktu, 2 keterbatasan sarana dan prasarana, 3 kendala penilaian, dan 4 keterbatasan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran. Kendala keterbatasan waktu dan saran dan prasarana merupakan kendala yang muncul dari luar kuasa guru. Keduanya berasal dari kebijakan sekolah dan alokasi dari kurikulum. Namun, kendala penilaian dan keterbatasan keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan kendala yang seharusnya dapat diatasi oleh guru. Keberagaman karakter siswa di dalam kelas menimbulkan keberagaman pula terhadap sikap selama pembelajaran. Kurikulum 2013 menghendaki siswa yang aktif selama proses belajar, tetapi keaktifan dalam berbicara akan sangat sulit bagi siswa yang tidak terbiasa berbicara. Di sanalah seharusnya peran guru bahasa Indonesia dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Aji dan Ngumarno 2017 menjelaskan bahwa kendala ini diselesaikan oleh guru dengan cara kegiatan diskusi. Diharapkan melalui diskusi berkelompok, siswa yang kurang aktif berbicara, dapat melatih kemampuan berbicaranya di dalam kelompok kecil. Seperti yang dijelaskan pula oleh Siswandi 2006 bahwa metode diskusi panel dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Hal ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan kompetensi berbahasa siswa dibutuhkan inovasi guru untuk memecahkan permasalahan yang ada pada diri 9""siswa. Oleh karena itu, guru bahasa Indonesia yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa merupakan guru bahasa Indonesia yang profesional. Keprofesionalan guru bahasa Indonesia juga tercermin dari sikap siswa terhadap bahasa Indonesia. Menurut Wardani, dkk 2013 aspek konatif bahasa siswa yang negatif tercermin dari penggunaan bahasa nonbaku dalam konteks formal. Seperti yang terjadi di SMA Negeri 1 Singaraja, Bali. Siswa menggunakan bahasa Indonesia nonbaku bahkan bahasa daerah di kelas dalam proses pembelajaran karena tiga alasan yang dipaparkan oleh Wardani, dkk. 2013 sebagai berikut. Pertama, siswa merasa jauh lebih mudah mengemukakan pendapatnya dalam bahasa Indonesia ragam nonbaku. Dalam hal ini guru bahasa Indonesia perlu menjadi model atau memberikan contoh berbahasa Indonesia yang baku dalam mengemukakan pendapat. Biasanya siswa yang terbiasa menggunakan bahasa ragam nonbaku bisa disebabkan guru bahasa Indonesia yang tanpa sadar menggunakan ragam nonbaku. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bahwa agar guru menjadi model berbahasa Indonesia yang baik dan benar bagi siswa. Kedua, jarak sosial yang dekat antara sesama siswa dan guru. Dalam hal ini guru harus menegur siswa yang tidak menggunakan bahasa baku selama pembelajaran di kelas walaupun di luar kelas siswa terbiasa menggunakan bahasa nonbaku karena sudah akrab dengan guru. Dengan ini guru memandu siswa untuk menggunakan bahasa yang benar sesuai situasi. Ketiga, mereka tidak terbiasa dan tidak terlatih memakai bahasa Indonesia ragam baku sehingga mereka tidak memiliki kepekaan untuk membedakan pemakaian ragam bahasa Indonesia. Dalam kasus ini kompetensi guru tentang bahasa sangat diperlukan. Guru bisa menampilkan contoh bahasa yang salah sehingga siswa peka terhadap kesalahan berbahasa yang ada di sekitarnya ataupun yang ia lakukan sendiri. Berdasarkan ketiga alasan tersebut disimpulkan bahwa kompetensi guru dalam memahami seluk-beluk kebahasaan sangat diperlukan demi memupuk keterampilan berbahasa yang baik dan benar kepada siswa. Guru menjadi model berbahasa dan memiliki andil dalam memperbaiki kesalahan berbahasa siswa di kelas. 3. Karakteristik Guru Bahasa Indonesia yang Profesional Tujuan akhir pembelajaran bahasa Indonesia adalah 1 siswa dapat memahami teks lisan dan tertulis di kelas maupun di kehidupan nyata, 2 siswa dapat berkomunikasi atau mengkomunikasikan informasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan 3 siswa menyadari pentingnya mempelajari bahasa Indonesia untuk digunakan dalam keberlangsungan hidup di Indonesia. 10""Untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut, diperlukan guru bahasa Indonesia yang profesional. Bahasa Indonesia hendaknya tidak lagi dipandang sebagai mata pelajaran sampingan, tetapi sudah seharusnya dipandang sebagai mata pelajaran utama. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia inilah siswa dapat memahami teks pada mata pelajaran lain. Penentuan kriteria guru bahasa Indonesia yang profesional dapat dikaji dari penggunaan bahasa sesuai konteks situasi yang dipaparkan oleh Halliday. Penggunaan bahasa sesuai konteks situasi dapat dijadikan tolok ukur karena terdapat permasalahan pada siswa dalam menggunakan bahasa tidak sesuai dengan konteks. Oleh sebab itu, guru juga harus menjadi model berbahasa yang baik dan benar sesuai konteks sehingga menghasilkan siswa yang juga paham dengan situasi konteks. Berdasarkan teori Halliday dan penemuan permasalahan dalam hasil penelitian mengenai pembelajaran bahasa Indonesia, kriteria guru bahasa Indonesia yang profesional dijabarkan sebagai berikut. Pertama, guru bahasa Indonesia yang profesional harus menjadi model berbahasa yang baik dan benar bagi siswa. Hal ini terkait dengan pernyataan Halliday bahwa ada tiga hal yang diperhatikan dalam berbahasa, yaitu 1 medan wacana, 2 pelibat wacana, dan 3 modus wacana baik dalam berkomunikasi lisan ataupun tertulis. Penggunaan bahasa yang baik dan benar ini juga terkait dengan penggunaan bahasa ragam nonbaku dalam situasi pembelajaran. Guru bahasa Indonesia seharusnya peka terhadap kesalahan berbahasa siswa di dalam kelas. Kepekaan terhadap kesalahan tersebut dibutuhkan pengetahuan guru mengenai konteks situasi dalam berbahasa. Kedua, guru bahasa Indonesia yang profesional dapat menjadikan bahasa Indonesia yang dipelajari di kelas sebagai bahasa yang fungsional. Hal ini terkait dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan Kompetensi Dasar KD yang terdapat di kurikulum. Kurikulum 2013 yang sedang berlaku sekarang menghendaki siswa untuk mempelajari berbagai jenis teks. Guru bahasa Indonesia harus dapat menjelaskan kepada siswa tujuan mempelajari teks tersebut untuk kehidupan mereka di luar sekolah. Jika guru dapat memahamkan siswa tentang tujuan teks tersebut, siswa akan merasa bahwa mata pelajaran yang ia terima di kelas tidak sekadar untuk memenuhi kompetensi dasar, tetapi juga untuk keberlangsungan hidupnya. Ketiga, guru bahasa Indonesia yang profesional adalah guru yang gemar membaca. Dalam Kurikulum 2013 siswa dituntut untuk membaca teks kemudian diakhiri dengan menghasilkan teks. Namun, mata pelajaran bahasa Indonesia tidak sekadar untuk memandu siswa melakukan kedua kegiatan itu. Pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya dapat menggiring siswa untuk menyukai kegiatan membaca dan menulis. Oleh karena itu, lagi-lagi diperlukan model dari sosok yang juga menyukai kegiatan membaca dan menulis, yaitu guru. Dalam mewujudkan hal ini, guru dapat membincangkan secara sekilas kepada siswa-siswanya, 11""buku yang baru saja ia baca; menjelaskan kemenarikan isi buku tersebut; mempersilakan siswanya untuk meminjam jika ingin membacanya. Keempat, guru bahasa Indonesia yang profesional adalah guru yang memiliki karya tulis. Hal ini berkaitan dengan tuntutan Kurikulum 2013 untuk memandu siswa menghasilkan teks. Untuk mewujudkan ini, tidak cukup dengan guru mengajarkan siswa menulis teks, tetapi juga mencontohkan teks hasil karya guru itu sendiri. Teks yang ditulis oleh seseorang yang dekat dengan siswa akan menjadikan teks itu menarik; sekaligus memunculkan pembelajaran yang menarik pula. Seperti kegiatan membaca, guru juga dapat membincangkan kepada siswa-siswanya tentang teks yang ia tulis; menceritakan proses penciptaan teks tersebut; hal menarik yang dirasakan guru saat menulis teks. Karya guru juga dapat dijadikan bahan pelajaran bagi siswa sehingga siswa termotivasi menulis teks seperti yang dilakukan oleh gurunya. Keempat, guru bahasa Indonesia yang profesional memiliki metode kreatif untuk mengatasi keterbatasan siswa dalam keterampilan berbahasa. Dalam proses belajar, tidak semua siswa yang memiliki keempat keterampilan berbahasa yang optimal. Ada siswa yang mahir berbicara dengan cara berpikir yang runtut, tetapi saat menulis ia tidak bisa menyalin idenya secara berurutan. Ada siswa yang gemar membaca, tetapi kesulitan saat menerima informasi dalam kegiatan menyimak. Menanggapi kenyataan tersebut, guru harus menerapkan metode belajar yang dapat mengatasi permasalahan berbahasa yang dialami siswa di kelas, seperti menggunakan metode diskusi panel untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Kelima, guru bahasa Indonesia yang profesional dapat menggunakan secara konsisten keterampilan berbahasa reseptif dan produktif di luar sekolah. Hal ini masih terkait dengan pelibat wacana seperti yang dipaparkan oleh Halliday. Saat seseorang sudah menyandang predikat bahasa Indonesia, maka keprofesionalannya dalam berbahasa tetap menjadi sorotan di dalam maupun di luar sekolah. Di samping itu, adanya era digital yang mendukung siapa saja untuk menerima dan mengkomunikasi informasi, seorang guru harus tetap berbahasa yang baik dan benar. C. Kesimpulan Permasalahan dalam keterampilan berbahasa siswa dapat diatasi dengan meningkatkan keprofesionalan guru bahasa Indonesia. Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa guru bahasa Indonesia memiliki karakteristik tersendiri untuk menyandang predikat profesioanl sesuai bidang mata pelajarannya. Selanjutnya, untuk menciptakan guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang profesional ini, perlu dilakukan tindak lanjut seperti mengadakan pelatihan keprofesionalan guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan penanaman kepribadian berdasarkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional kepada calon guru bahasa Indonesia di perguruan tinggi. 12""Daftar Rujukan Aji, W. N. dan Ngumarno. 2017. Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kabupaten Klaten. Varia Pendidikan, 2911—8. Halliday, 1977. Language as Social Semiotic Towards as General Sociolinguistic Theory. Dalam Makkai, A., Makkai, & Heilmann, L. Eds., Linguistics at the Crossroads hlm. 13-41. Padova Tipografia-La Garangola. Halliday, 1978. Language as Social Semiotic The Social Interpretation of Language and Meaning. London Edward Arnold. Halliday, 1985/1994. An Introduction to Functional Grammar. London Edward Arnold Publishers Ltd. Halliday, & Hasan, R. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terjemahan oleh Barori Tou. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Hasan, R. & Martin, Introduction. Dalam Hasan, R. & Martin, Eds., 1989. Language Development Learning Language, Learning Culture Meaning and Choice in Language Studies for Michael Halliday hlm. 1 17. Norwood-New Jersey Ablex Publishing Corporation. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Siswandi, H. J. 2006. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Melalui Metode Diskusi Panel dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Penelitian Tindakan Kelas. Jurnal Pendidikan Penabur, 5724—35. Wardani, Gosong, M., dan Artawan, G. 2013. Sikap Bahasa Siswa terhadap Bahasa Indonesia Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, E-jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this N AjiDan NgumarnoAji, W. N. dan Ngumarno. 2017. Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kabupaten Klaten. Varia Pendidikan, 291 Bahasa Siswa terhadap Bahasa Indonesia Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, E-jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaK D K A WardaniM GosongG Dan ArtawanWardani, Gosong, M., dan Artawan, G. 2013. Sikap Bahasa Siswa terhadap Bahasa Indonesia Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, E-jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

karakteristik kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa indonesia